Kamis, 07 April 2011

Bahagia dibalik masalah


Membaca judul di atas mungkin Kita bertanya-tanya, apakah tak salah tulis. Kita mungkin berkata, ''Bukankah akan lebih berbahagia kalau kita sama! sekali tak punya masalah?'' Kalau demikian, Kita salah besar! Dimana ada kehidupan, disitu pasti ada permasalahan. Namun, tahukah Kita bahwa di balik setiap masalah terkandung suatu hikmah,peluang emas dan kesempatan yang besar untuk maju?

Ada kata-kata bijak dari Norman V Peale yang patut Kita renungkan. Dalam bukunya You Can If You Think You Can, ia mengatakan, ''Apabila Tuhan ingin menghadiahkan sesuatu yang berharga, bagaimanakah Ia memberikannya kepada Kita? Apakah Ia menyampaikan dalam bentuk suatu kiriman yang indah dalam nampan perak? Tidak! Sebaliknya Tuhan membungkusnya dalam suatu masalah yang pelik, lalu melihat dari jauh apakah Kita sanggup membuka bungkusan yang ruwet itu, dan menemukan isinya yang sangat berharga, bagaikan sebutir mutiara yang mahal harganya yang tersembunyi dalam kulit kerang.''

Pernyataan di atas bukan sekedar kata-kata indah untuk menghibur yang & sedang kalut menghadapi suatu masalah. Ini adalah perubahan paradigma dan cara berpikir. Keadaan apa pun yang kita hadapi sebenarnya bersifat netral. Kita lah yang memberikan label positif atau negatif terhadapnya. Seperti yang dikatakan filsuf Cina, I Ching, ''Peristiwanya sendiri tidak penting, tapi respon terhadap peristiwa itu adalah segala-galanya.''

Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita yang diriwayatkan Dari Watsilah bin Asqa, ia berkata; berbagialah karena sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah saw. bersabda, Allah berfirman, “Aku tergantung prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Apabila ia berprasangka baik kepada-Ku, maka kebaikan baginya, dan bila berprasangka buruk maka keburukan baginya.” (HR. Ahmad dengan sanad hasan dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya).
Dan juga Dari Abû Hurairah ra., dari Nabi saw; beliau bersabda: Allah berfirman, “Aku tergantung prasangka hamba-Ku kepada-Ku dan Aku akan bersamanya ketika ia mengingat-Ku.” (Mutafaq
‘alaih).


Berikut ini contoh sederhana. Sebagai seorang fasilitator yang memberikan pelatihan di berbagai perusahaan, ia pernah menghadapi penolakan dari klien semata-mata karena usianya yang dianggap terlalu muda. dan pernah menganggap ini masalah besar. Bagaimana tidak? Ini menyangkut kredibilitasnya. Ia kemudian memikirkannya berhari-hari. Kepercayaan diri saya mulai terganggu. Lama-kelamaan ia sadar bahwa penolakan semacam ini adalah Hal biasa. Justru ini adalah kesempatan untuk berkembang. Karena itu, ia segera menggali kebutuhan klien dan mencari pendekatan yang lebih dapat diterima. ia terus meningkatkan kompetensi, sampai akhirnya ia dapat diterima oleh perusahaan tersebut. Kalau demikian, penolakan awal itu sama sekali bukan sebuah masalah, tapi sebuah peluang yang sangat berharga.

Semua kesulitan sesungguhnya merupakan kesempatan bagi jiwa kita untuk tumbuh. Sayang, lebih banyak orang yang menganggap masalah sebagai sesuatu yang harus dihindari. Mereka tak mampu melihat betapa mahalnya mutiara yang terkandung dalam setiap masalah. Ibarat mendaki gunung, ada orang yang bertipe Quitters. Mereka mundur teratur dan menolak kesempatan yang
diberikan oleh gunung.

Ada orang yang bertipe Campers, yang mendaki sampai ketinggian tertentu kemudian mengakhiri pendakiannya dan mencari tempat yang datar dan nyaman untuk berkemah. Mereka hanya mencapai sedikit kesuksesan tapi sudah merasa puas dengan hal itu.

Tipe ketiga adalah Climbers yaitu orang yang seumur hidupnya melakukan pendakian, dan tak pernah membiarkan apapun menghalangi pendakiannya.
Orang seperti ini senantiasa melihat hidup ini sebagai ujian dan tantangan. Ia dapat mencapai puncak gunung karena memiliki mentalitas yang jauh lebih tinggi, mengalahkan tingginya gunung. Orang dengan tipe ini benar-benar meyakini apa yang pernah dikatakan Dag Hammarskjold, ''Jangan pernah mengukur tinggi sebuah gunung sebelum Kita mencapai puncaknya. Karena begitu ada di puncak, Kita akan melihat betapa rendahnya gunung itu.''

Oleh karena itu, dalam keadaan apapun, kita sebagai hamba yang beriman kepada Alloh SWT harus senantiasa berbaik sangka kepada Alloh SWT. Dan haruslah diyakini bahwa tidaklah Alloh SWT menurunkan berbagai musibah melainkan sebagai ujian atas keimanan yang kita miliki. Alloh SWT sebagaimana tertulis dalam firman-Nya : “Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk ke dalam surga, padahal belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam goncangan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang bersamanya : Bilakah datang pertolongan Allah? Ingatlah sesungguhnya pertolongan Alloh amatlah dekat.” (QS. Al Baqarah : 214)

Kesabaran merupakan perkara yang amat dicintai oleh Allah dan sangat dibutuhkan seorang muslim dalam menghadapi ujian atau cobaan yang dialaminya. Sebagaimana dalam firman-Nya : “…Alloh mencintai orang-orang yang sabar.” (QS. Al Imran : 146)

Semua masalah sebenarnya adalah rahmat terselubung bagi kita. Mereka ''berjasa'' karena dapat membuat kita lebih baik, lebih arif, lebih bijaksana, dan lebih sabar. Kita baru dapat disebut manajer yang baik kalau Kita mampu memimpin seorang bawahan yang sulit, yang membuat para manajer lain angkat tangan. Kita baru menjadi orang tua yang baik kalau Kita dapat menangani anak yang ! bermasalah, atau pun menantu yang keras kepala, yang melakukan sesuatu melebihi batas kesabaran Kita. Kita baru dapat disebut profesional kalau Kita mampu menangani pelanggan yang cerewet yang sering mengeluh dan banyak maunya. Untuk mencapai kesuksesan Kita perlu memiliki adversity quotient, yaitu kecerdasan dan daya tahan yang tinggi untuk menghadapi masalah.

Kecerdasan tersebut dimulai dari merubah pola pikir dan paradigma Kita sendiri. Mulailah melihat semua masalah yang Kita hadapi sebagai peluang, kesempatan, dan rahmat dari Alloh SWT. Kita akan merasa tertantang, namun tetap mampu menjalani hidup yang tenang dan damai. Berbahagialah jika Kita memiliki masalah. Itu artinya Kita sedang hidup dan berkembang. Alloh SWT amat mengetahui kemampuan kita masing-masing. Ia tak akan pernah memberikan suatu beban yang kita tak sanggup memikulnya. QS. Al-Baqarah 286.

لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلا تُحَمِّلْنَا مَا لا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (٢٨٦

Artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir."

wallahu 'alam bis showab



Comments :

0 komentar to “Bahagia dibalik masalah”

Posting Komentar


Hadits tentang Puasa Asyura (Hari kesepuluh bulan Muharram

Berdasarkanbeberapa hadits ditemukan anjuran Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam kepada ummat Islam agar melaksanakan puasa di tanggal sepuluh bulan Muharram. Tanggal sepuluh bulan Muharram biasa disebut Yaum ’Aasyuura (Hari kesepuluh bulan Muharram).

Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Seutama-utama berpuasa sesudah bulan Ramadhan ialah dalam bulan Allah yang dimuliakan - yakni Muharram - dan seutama-utama shalat sesudah shalat wajib ialah shaliatullail - yakni shalat sunnah di waktu malam." (Riwayat Muslim)

Suatu ketika Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam mendapati kaum Yahudi sedang berpuasa pada hari ’Asyuura. Lalu beliau bertanya mengapa mereka berpuasa pada hari itu. Merekapun menjelaskan bahwa hal itu untuk memperingati hari dimana Allah telah menolong Nabi Musa bersama kaumnya dari kejaran Fir’aun dan balatentaranya. Bahkan pada hari itu pula Allah telah menenggelamkan Fir’aun sebagai akibat kezalimannya terhadap Bani Israil. Mendengar penjelasan itu maka Nabi shollallahu ’alaih wa sallam-pun menyatakan bahwa ummat Islam jauh lebih berhak daripada kaum Yahudi dalam mensyukuri pertolongan Allah kepada Nabi Musa. Maka beliau-pun menganjurkan kaum muslimin agar berpuasa pada hari ’Asyuura.


Selengkapnya

Kisah Nabi Ismail as

Sampai Nabi Ibrahim yang berhijrah meninggalkan Mesir bersama Sarah, isterinya dan Hajar, di tempat tujuannya di Palestina. Ia telah membawa pindah juga semua binatang ternaknya dan harta miliknya yang telah diperolehnya sebagai hasil usaha niaganya di Mesir.
Al-Bukhari meriwayatkan daripada Ibnu Abbas r.a.berkata:
Pertama-tama yang menggunakan setagi {setagen} ialah Hajar ibu Nabi Ismail tujuan untuk menyembunyikan kandungannya dari Siti Sarah yang telah lama berkumpul dengan Nabi Ibrahim a.s. tetapi belum juga hamil. tetapi walaubagaimana pun juga akhirnya terbukalah rahasia yang disembunyikan itu dengan lahirnya Nabi Ismail a.s. .

Berita terbaru


 

Copyright © 2009 by The Power of Hikmah