Sebabnya penampilan kita adalah juga cermin pribadi kita. Orang yang necis,rapih, dan bersih maka pribadinya lebih memungkinkan untuk bersih dan rapih pula. Sebaliknya orang yang penampilannya kucel, kumal, dan acak-acakan maka kurang lebih seperti itulah pribadinya.
Tentu saja penampilan yang necis dan rapih itu menjadi kebaikan sepanjang niat dan caranya benar. Niat agar orang lain tidak terganggu dan terkecewakan, niat agar orang lain tidak berprasangka buruk, atau juga niat agar orang lain senang dan nyaman dengan penampilan kita. Dan Allah suka dengan penampilan yang indah dan rapih sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, "Innallaha jamiilun yuhibbul jamaal","Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan".
Tapi harap diketahui, bahwa selama ini kita baru sibuk bercermin 'topeng' belaka. Topeng 'make up', seragam, jas, dasi, sorban, atau 'asesoris' lainnya. Sungguh, kita baru sibuk dengan topeng, namun tanpa disadari kita sudah ditipu dan diperbudak oleh topeng buatan sendiri. Kita sangat ingin orang lain menganggap diri ini lebih dari kenyataan yang sebenarnya. Ingin tampak lebih pandai, lebih gagah, lebih cantik, lebih kaya, lebih sholeh, lebih suci dan aneka kelebihan lainnya. Yang pada akhirnya selain harus bersusah payah agar 'topeng' ini tetap melekat, kita pun akan dilanda tegang dan was-was takut 'topeng' kita terbuka, yang berakibat orang tahu siapa kita yang 'aslinya'.
Tentu saja tindakan tersebut, tidak sepenuhnya salah. Karena membeberkan aib diri yang telah ditutupi Allah selama ini, adalah perbuatan salah. Yang terpenting adalah diri kita jangan sampai terlena dan tertipu oleh topeng sendiri, sehingga kita tidak mengenal diri yang sebenarnya, terkecoh oleh penampilan luar. Oleh karena itu marilah kita jadikan saat bercermin tidak hanya 'topeng' yang kita amat-amati, tapi yang terpenting adalah bagaimana isinya, yaitu diri kita sendiri.
Mulailah amati wajah kita seraya bertanya, "Apakah wajah ini yang kelak akan bercahaya bersinar indah di surga
Lalu tatap mata kita, seraya bertanya,"Apakah mata ini yang kelak dapat menatap penuh kelezatan dan kerinduan, menatap Allah Yang Maha Agung, menatap keindahan surga, menatap Rasulullah, menatap para Nabi, menatap kekasih-kekasih Allah kelak? Ataukah mata ini yang akan terbeliak, melotot, menganga, terburai, meleleh ditusuk baja membara? Akankah mata yang terlibat maksiat ini akan menyelamatkan? Wahai mata apa gerangan yang kau tatap selama ini?"
Lalu tataplah mulut ini, "Apakah mulut ini yang di akhir hayat nanti dapat menyebut kalimat thoyibah, 'laa ilaaha ilallaah', ataukah akan menjadi mulut berbusa yang akan menjulur dan di akhirat akan memakan buah zakun yang getir menghanguskan dan menghancurkan setiap usus serta menjadi peminum lahar dan nanah saking terlalu banyaknya dusta, ghibah, dan fitnah serta orang yang terluka dengan mulut kita ini!"
"Wahai mulut apa gerangan yang kau ucapkan? Wahai mulut yang
Lalu tataplah diri kita tanyalah, "Hai kamu ini anak sholeh atau anak durjana, apa saja yang telah kamu peras dari orang tuamu selama ini dan apa yang telah engkau berikan? Selain menyakiti, membebani, dan menyusahkannya. Tidak tahukah engkau betapa sesungguhnya engkau adalah makhluk tiada tahu balas budi!"
"Wahai tubuh, apakah engkau yang kelak akan penuh cahaya, bersinar, bersukacita, bercengkrama di surga atau tubuh yang akan tercabik-cabik hancur mendidih di dalam lahar membara jahanam, terpanggang tanpa ampun, derita tiada akhir?"
Lalu ingatlah amal-amal kita, "Hai tubuh apakah kau ini makhluk mulia atau menjijikkan, berapa banyak aib-aib nista yang engkau sembunyikan dibalik penampilanmu ini? Apakah engkau ini dermawan atau sipelit yang menyebalkan?"
Berapa banyak uang yang engkau nafkahkan dan bandingkan dengan yang engkau gunakan untuk selera rendah hawa nafsumu?"
"Apakah engkau ini sholeh atau sholehah seperti yang engkau tampakkan? Khusyu-kah shalatmu, dzikirmu, doamu, ikhlaskah engkau lakukan semua itu? Jujurlah hai tubuh yang
"Sungguh betapa beda antara yang nampak di cermin dengan apa yang tersembunyi, betapa aku telah tertipu oleh topeng? Betapa yang kulihat selama ini hanyalah topeng, hanyalah seonggok sampah yang terbungkus topeng-topeng duniawi"
Dari Anas Radiyallahu’ahu ia berkata: Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Beruntunglah orang yang disibukkan oleh aibnya sendiri, sehingga ia tidak sempat mengurus aib orang lain.” (HR. al-Bazzar dengan sanad yang hasan)
Wahai sahabat-sahabat sekalian, sesungguhnya saat bercermin adalah saat yang tepat agar kita dapat mengenal dan menangisi diri ini.
sumber: manajemen qalbu
Comments :
0 komentar to “BERCERMIN DIRI”
Posting Komentar