سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ
هَذِهِ الْآيَةِ: "وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ
وَجِلَةٌ": قَالَتْ عَائِشَةُ: أَهُمْ الَّذِينَ يَشْرَبُونَ الْخَمْرَ
وَيَسْرِقُونَ؟ قَالَ: "لَا يَا بِنْتَ الصِّدِّيقِ وَلَكِنَّهُمْ الَّذِينَ
يَصُومُونَ وَيُصَلُّونَ وَيَتَصَدَّقُونَ وَهُمْ يَخَافُونَ أَنْ لَا يُقْبَلَ
مِنْهُمْ، أُولَئِكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ".
رواه الترمذي (3175) ،
وصححه الألباني (صحيح سنن الترمذي، 287).
”Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallamtentang
ayat ini (al-Mu’minun ayat 60) ‘Dan
orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang
takut’. ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha berkata:”Apakah
mereka adalah orang-orang yang meminum khamr (minuman keras) dan mencuri?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:”Bukan, wahai anak
perempuan ash-Shiddiq (Abu Bakar). Akan tetapi mereka adalah orang-orang yang
berpuasa, shalat dan sedekah, dan mereka khawatir amalan mereka tidak diterima.
Mereka itulah orang-orang yang bersegera dalam kebaikan.” (HR. Imam at-Tirmidzi dan dishahihkan
oleh syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi (3/287))
Dari hadits tersebut ternyata yang dimaksud bukanlah orang yang
telah berbuat maksiat, kejelakan, minum-minuman haram, mencuri atau korupsi
kemudian dia ingin bertaubat, akan tetapi mereka adalah diantara ciri-ciri mukmin yang selalu mengerjakan amal kebaikan, berpuasa, selalu mendirikan
shalat, bersedekah dan berinfaq dimana dia selalu merasa khawatir dan khauf
(takut) kepada Allah SWT jika amal-amalnya tidak diterima.
Disinilah akan muncul sifat khauf(takut), roja(berharap) dan
tawadhu(rendah hati) pada diri seorang mukmin dalam menjalani kehidupannya yang
dilandasi dengan niat ibadah. Sehingga tidak sempat untuk berbangga, takabur,
dan riya, yang jika melakukannya sudah tentu berdosa sedangkan amal ibadahnya
belum tentu diterima.
Bagaimana dengan kita? yang kadang sekedar beribadah dan bermal
shaleh hanya agar gugur kewajiban dan bahkan terbumbui dengan sikap riya dan
ujub. Maka sudah menjadi keharusan kita untuk tidak bangga atas amal ibadah
kita khususnya bulan ramadhan, bahkan sebaliknya kita seharusnya khawatir
terhadap semua amal-amal kita, apakah amal ibadah kita diterima oleh Allah SWT
atau tidak.
Kadang dalam melaksanakan ibadah di ramadahan kita tidak
bersemangat untuk menjadikan amalan (ketaatan) diterima. sesungguhnya diberikannya
taufiq (kemudahan) oleh Allah untuk melakukan amalan shalih adalah kenikmatan
yang besar, namun kenikmatan tersebut tidak akan sempurna kecuali dengan
kenikmatan yang lebih besar dari itu, yaitu nikmat diterimanya amalan tersebut
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka di akhir bulan ramadhan dan di bulan syawwal ini, seharusnyalah
kita saling mendoakan agar amal ibadah kita baik puasa, shalat sunah, shalat
tarawih, shalat witir, shalat tahajud, shalat dhuha, membaca alquran dan
mengkajinya, infaq, shadaqah dan lain sebagainya diterima oleh Allah SWT
seperti para sahabat dan tabi’in terdahulu..
dari Zubair bin Nufail berkata
“Adalah sahabat – sahabat Rasulullah apabila bertemu pada Hari Raya sebagian
dari mereka mengucapkan ‘taqabbalallahu minnaa wa minka’ (semoga Allah menerima
amal kami dan amal anda).” sanad Hasan (fathul Bari 2:304).
jadi bukan mengucapkan "minal aidin wal faizin” seperti salah kaprah yang banyak dilakukan oleh
saudara-saudara kita yang muslim yang menganggap artinya mohon maaf lahir
batin. Padahal minal aidin wal faizin ARTINYA dari orang-orang orang-orang yg kembali
fitri dan meraih kemenangan ,dimana itu bukan hadits DAN hanya
ungkapan doa saja, yang lengkapnya, " Waj alana wa iyyaakum minal 'aaidin
wal faaidzin" (semoga Allah menjadikan kami dan dan anda sekalian dari
golongan orang-orang yang kembali (fitri) dan meraih kemenangan).
sedangkan minta maaf tidak ada larangan, bahkan dianjurkan setiap saat, karena
pada saat idul fitri kita berjumpa dengan banyak saudara dan orang, kita bisa
menggunakan kesempatan moment ini untuk saling memaafkan.
Pantaslah kiranya kita saling mendoakan agar amal ibadah kita
diterima karena khawatir amal kita tidak diterima sehingga bisa istiqomah dibulan-bulan selanjutnya sehingga amal ibadah yang laksana bangunan itu tetap kokoh dan berdiri tegak dan tidak merusaknya dengan maksiat dan perbuatan yang dilarang Allah SWT. seperti halnya perumpamaan yang disampaikan oleh Allah SWT dalam firman-Nya QS. An-Nahl 92,yang berbunyi:
"dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali"
Seperti juga halnya Nabi Ibrahim
AS ketika meninggikan bangunan kabah, beliau berdoa agar Allah SWT mengabulkan
amal ibadahnya.
وَإِذْ يَرْفَعُ
إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ
مِنَّا إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar
Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan Kami terimalah
daripada Kami (amalan kami), Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi
Maha Mengetahui".QS
Albaqarah 127
bahkan dalam sebuah kisah para sahabat
Nabi Muhammad SAW, yaitu Ibnu Umar ra, pernah berujar, “Seandainya ada satu
saja sujudku yang diterima, niscaya itu sudah cukup buatku.”
Jika sahabat Nabi sekelas beliau saja tak yakin bahwa sujudnya yang
banyak itu diterima? Bagaimana dengan kita?
Wallahu a’lam bis showab..
Taqobbalallahu minna wa minkum ..waj alana wa iyyaakum minal 'aidiin wal faaidziin..
semoga Allah menerima amal ibadah kita dan kalian di bulan suci
ramadhan, dan menjadikan kita dan kalian semua dalam golongan orang-orang yang
kembali fitrah dan golongan orang-orang yang meraih kemenangan. Aamiin
SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1423H
MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN.
Comments :
0 komentar to “Diantara Kekhawatiran Orang Mukmin”
Posting Komentar